Selasa, 06 September 2011

Mission Is (Not) Impossible


Seringkali saya membaca buku yang didalamnya membahas tentang pentingnya sebuah target atau tujuan dalam mengarungi kehidupan ini. Tidak hanya dari buku-buku, akan tetapi di setiap seminar yg bersifat motivatif pun saya acap kali mendapatkan wacana betapa pentingnya sebuah target. Awalnya, saya selalu meremehkan hal tersebut, tetapi mulai hari ini tampaknya saya tidak bisa bermain-main lagi dengan menghiraukan pesan pesan yang diberikan dari buku-buku dan seminar-seminar tersebut. Jika saya berpikir secara jernih ,mungkin ada baiknya saya menentukan target saya beberapa tahun ke depan sebelum terlambat.
 Lagi pula, tanpa sebuah target atau misi, kehidupan seseorang akan sangat mudah sekali terombang-ambing tidak karuan, ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan, ia tidak sadar akan kewajibannya, dan ia hanya merelakan setiap momen berharga dalam hidupnya terlewatkan begitu saja . Namun, saya tidak ingin hal demikian terjadi pada diri saya. Saya ingin sebaliknya, saya tau apa yang harus saya lakukan, saya sadar akan kewajiban saya , saya tidak akan merelakan momen momen berharga dalam hidup saya , dan tentu saja saya harus bisa meraih apa yang saya targetkan dan saya cita-citakan.
 Target pula dalam hal ini bisa dijadikan sebagai tolok ukur kesuksesan seseorang atau bahkan sebuah organisasi. Organisasi itu merupakan sebuah suatu perkumpulan yang terstruktur dan mempunyai misi. Tak ada satupun organisasi yang tidak memiliki misi, sekalipun misi itu negatif. Nah, sama halnya seperti saya sekarang , untuk menjadi manusia yang terstruktur, dalam hal ini teratur, maka saya harus mempunyai sebuah target. Jika saya belum bisa mencapai apa yang saya targetkan maka hal ini merupakan sebuah warning bagi saya bahwa saya belum melakukan hal yg maksimal dan tentu saja saya harus berusaha melakukan yang terbaik lagi.
Sebagai mahasiswa , saya mempunyai sebuah target untuk lulus tepat waktu , 3,5 tahun paling cepat atau 4 tahun paling lambat menjadi sarjana dan 5-6 tahun untuk menjadi seorang dokter(muslim). Sebenarnya lulus tepat waktu itu tidak selalu menjamin mereka yang hanya pintar saja. Justru bagi saya semakin lama mereka mengecap bangku kuliah maka ilmu dan wawasan yang didapatkan pun semakin lebih luas. Dalam artian ini, saya tidak hanya ingin lulus tepat waktu saja akan tetapi dalam waktu sesempit itu saya harus bisa mengeksplorasi ilmu seluas-luasnya dan mendapatkan keterampilan khusus juga. Tentu bukan hal yang mudah tanpa adanya kerja keras dan kesadaran untuk mencapai sesuatu yang telah kita targetkan. Akan tetapi dengan target saya, saya yakin hal itu akan terus memacu saya dan akan terus menggali kemampuan saya sampai batas maksimal dan melakukan yang terbaik.
Setelah lulus dan dilantik menjadi dokter, saya ingin mengabdikan diri saya kepada masyarakat di sebuah puskesmas atau rumah sakit yang sangat membutuhkan tenaga saya selama 1 sampai 2 tahun. Saya tidak akan mencari rumah sakit atau puskesmas yang tidak sedang kekurangan tenaga medis. Saya ingin mengisi kekosongan dan kekurangan tenaga medis seperti dialami di pedesaan entah itu di pulau jawa atau luar pulau. Sebenarnya, saya  berniat juga untuk mengabdi di balai kesehatan atau Rumah Sakit PKU Muhammadyah sebagai bentuk apresiasi saya kepada tokoh pahlawan nasional K.H. Ahmad Dahlan yang telah gigih berpartisipasi membentuk dan membangun Tanah Air ini.
Dengan pengalaman mengabdi saya selama 1 sampai 2 tahun itu mungkin adakalanya dimana saya akan merasakan adanya sesuatu hal yang kurang dalam diri saya nantinya. Kekurangan yang saya maksud adalah dalam hal imu pengetahuan dan wawasan yang saya miliki. Jika Allah mengizinkan, saya ingin melanjutkan pendidikan saya menjadi seorang dokter spesialis. Jujur saja, untuk saat ini saya masih tertarik pada spesialis penyakit dalam, tapi entah beberapa tahun ke depan saya mungkin bisa berubah pikiran. Semua itu tergantung lingkungan dan keadaan disekitar. Mungkin seorang ridwansyah akan menjadi panjang namanya menjadi ‘dr. Ridwansyah, sp.Pd’ ataukah ‘sp.Jp’ , ’sp.A’ , spesialis saraf, atau spesialis lainnya .Biarkan ridha Allah dan waktu saja yang menentukan .hehee…
Wah, rasanya pada paragraf kali ini merupakan sesuatu hal yang agak berat saya tulis. Mengapa berat? Lebih tepatnya mungkin karena saya agak malu mengumbar masalah ini hahaha. Tapi akan coba saya tulis dan saya keluarkan uneg-uneg saya . Sebagai makhluk Allah yang dibekali sifat manusiawi,saya harus melaksanakan kewajiban untuk menikah jika saya sudah merasa siap lahir dan batin. Mengenai wanita seperti apa yang saya harapkan menjadi pendamping saya sehidup semati sebagai berikut : (ini Cuma harapan lho yaa, namanya juga harapan kan bisa meleset karena jodoh Allah yang mengatur).hehehe
Wanita yang saya harapkan tentunya yang cantik luar dan dalam, baik hati ,dan beragama islam tentunya. Besar harapan, dia adalah seorang pengusaha butik  hahahaa, lalu, dia bisa menenerima saya apa adanya. Artinya, dia harus mencintai saya dalam keadaan apapun susah maupun senang. Terlebih lagi nanti saya menjadi dokter yang siap mengabdi sana-sini, pasti akan sangat terasa berat kalau mengabdi sana-sini dengan gaji kecil. Nah, ia pun harus bisa menerima keadaan saya yang seperti itu dan bisa memotivasi saya sebagai seorang suami nantinya…alaaah aboooot pisan ieu. Apa lagi ya? Emmm, entahlah yang penting dia mencintai saya apa adanya juga sudah sangat cukup. Terlalu mengada-ada memang untuk saat ini mimpi-mimpi saya itu, akan tetapi saya selalu mengingat saja kata-kata kebanyakan orang sukses mengenai energi positif dari sebuah mimpi dan usaha. So, saya sekarang enjoy saja dulu dengan mimpi dan angan-angan saya di atas tadi tapi tidak lupa diikuti dengan usaha tentunya.tapi kalo yang saya harapkan benar benar dan doa saya adalah semoga saya dikaruniai jodoh oleh Allah yang bisa mencintai dan menerima saya apa adanya. Amin. Prikitiiiwww…
Andaikan saya sudah menikah dan mengarungi bahtera rumah tangga, saya akan terus mengabdi kepada masyarakat. Entah dimana kelak saya bekerja disaat sudah berumah tangga. Mungkin saya membuka praktek klinik mandiri dengan ilmu spesialis saya atau mungkin saya praktek di klinik sendiri ditambah bekerja di RSUD setempat dan lebih bangga lagi jika saya bisa menjadi PNS(pegawai Negeri Sipil). Rasanya sangat sulit untuk menjadi PNS saat ini, apalagi nanti. Tapi sulit kan bukan berarti tidak bisa. Pastinya itu memerlukan sebuah usaha keras. Berbicara soal PNS, pengabdian saya kepada masyarakat tidak boleh mengalahkan rasa cinta saya kepada keluarga nantinya. Oleh karena itu, karena menjadi PNS sekarang merupakan suatu profesi yang menjanjikan juga untuk mensejahterakan keluarga.
                Sebenarnya harapan dan mimpi saya , saya ingin menjadi seorang mentri kesehatan Indonesia. Wah, betapa hebatnya ya menjadi menteri kesehatan. Tapi inilah mimpi saya, bukankah Bambang 20 Pamungkas sering berkata, “ jangan pernah berhenti  bermimpi, karena suatu saat mimpi kalian akan menjadi kenyataan”. Mungkin ya saya sekarang hanyalah seorang mahasiswa biasa di tengah tengah ribuan mahasiswa kedokteran di Indonesia yang selalu bermimpi dan punya angan-angan tinggi. Akan tetapi siapa yang akan pernah tahu beberapa tahun kedepan bagaimana saya, siapa yang tahu jika nanti saya bisa menggapai mimpi saya itu.Karena mungkin segala halnya itu bisa jadi berawal dari mimpi .kalau mimpi saya menjadi kenyataaan, saya akan merubah sistem sistem yang salah di negara ini mengenai bidang kesehatan dan kedokteran sehingga Indonesia menjadi bangsa yang sehat. Kalau sudah sehat pasti rakyatnya juga akan sejahtera. Karena bagi saya, sehat itu pangkal sejahtera. Kalau kita memiliki segala hal tapi tidak kesehatan buruk , buat apa ?Kembali lagi ke angan-angan dan harapan saya, ingin jadi apapun saya, apakah menjadi menteri, PNS, atau dokter biasa yang penting adalah saya bisa berguna bagi masyarakat luas.
Dengan berjuta-juta target saya diatas, saya harus bisa berjalan terus di atas garis yang lurus dengan apa yang telah saya targetkan. Dan target itu pun harus berusaha saya capai sebagai tolok ukur apakah saya telah mengeluarkan seluruh tenaga saya demi mencapai sesuatu yang maksimal apa belum. Namun, bagaimanapun juga, Manusia hanya bisa merencanakan, tapi Allah lah yang berkehendak dan saya harus percaya jika apa yang telah Allah berikan nantinya, itu adalah hal yang terbaik untuk saya yang tidak saya ketahui karena Allah Maha Tahu akan segalanya.

Senin, 29 Agustus 2011

Perspektif Dokter Muslim

*Tulisan ini saya buat ketika saya ditugaskan untuk menulis sebuah essay oleh dekan FK UII mengenai perspektif dokter muslim.
Dewasa ini, pelayanan kesehatan di Indonesia masih memegang peranan yang sangat penting bagi kesehatan dan kesejahteraan masyarakat sehingga banyak dari mereka menaruh kepercayaan yang besar terhadap institusi-institusi atau pelaksana kesehatan, seperti dokter contohnya. Banyak diantara para dokter tersebut yang memiliki tingkat kecerdasan tinggi dan berwawasan sangat luas , tetapi sangat jarang para dokter yang dibekali dengan keterampilan dan wawasan luas ditambah dengan iman dan taqwa kepada Allah SWT seperti yang ada pada diri seorang dokter muslim. Saya yakin bahwa dua poin tambahan penting itulah—iman dan taqwa—yang sekarang jarang tapi sangat dibutuhkan oleh para dokter sehingga nantinya terciptalah apa yang disebut dokter muslim .
Suatu nilai yang sama pentingnya dengan wawasan sains yang luas dari seorang dokter muslim yang pertama itu adalah iman. Iman adalah meyakini keberadaan Allah SWT seutuhnya. Tanpa iman, seorang dokter akan merasa cenderung melakukan hal-hal yang menyimpang. Hal yang dimaksud adalah kurangnya kepekaan sosial dan ketidakjujuran, khususnya dalam menangani pasien dan masyarakat pada umumnya. Seorang dokter muslim yng memiliki keimanan  yang teguh akan selalu merasa bahwa pekerjaan atau tugas yang diembannya adalah bukan karena kewajiban sebagai dokter biasa semata , akan tetapi ia pun sadar bahwa tugasnya itu adalah salah satu amanat dari Allah SWT yang harus bisa dipertanggungjawabkan nantinya. Jadi dimanapun dan kapanpun ia berhadapan dengan masyarakat maka seorang dokter muslim itu pasti akan selalu bijaksana dan menjaga nilai-nilai islami dalam kehidupan sehari-harinya.
Jika iman sudah terbentuk maka secara otomatis ketaqwaan dalam diri seorang dokter tersebut akan muncul. Yang dimaksud dengan ketaqwaan disini adalah melaksanan perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya. Dokter muslim dengan bekal keimanan yang disertai ketaqwaan itu harus mampu melaksanakan kewajibannya sebagai umat islam, salah satunya adalah sebagai khalifah di muka bumi ini. Sebagai praktik dalam kehidupan sehar-hari , seorang dokter muslim harus bersikap jujur dalam pekerjaannya dan sebaliknya harus meninggalkan sifat tercela, yaitu berbohong atau terlebih lagi merugikan pasien misalnya.
Jadi, beberapa karakter yang seharusnya ada dalam diri seorang dokter muslim adalah memiliki kecerdasan, berwawasan luas,terampil, beriman, dan bertaqwa kepada Allah SWT. Dimana kecerdasan,berawasan luas, dan keterampilan itu yang pantas mewakili sifat dari kata “dokter” dan 2 poin lainnya – Iman dan taqwa—itu yang merupakan ciri khas dari kata “muslim” tersebut.
 Sekian Pendapat Saya...hehe

Minggu, 28 Agustus 2011

Semua Tergantung pada Niat Awal Kita


Mungkin, ini adalah sebuah langkah awal saya membuat tulisan. Dalam tulisan yang pertama ini, saya ingin memberi beberapa gambaran apa yang  seorang “Ridwansyah iid” pikirkan ketika memasuki bangku kuliah baru setelah kuliah pertama di UI tahun 2010 itu terhenti.
Banyak orang bertanya-tanya, “kenapa sih lo pindah ke UII Jogja yang notabene nya kan itu perguruan tinggi swasta?”  dan saya pun punya banyak alasan untuk menjelaskan mengpa saya pindah ke Jogja. Lebih uniknya , saya acapkali memberi alasan yang berbeda kepada setiap orang yang bertanya. Hehe..
Alasan pertama saya pindah ke UII yang paling pokok adalah karena cita-cita saya ingin menjadi seorang dokter muslim. Mengapa saya ingin menjadi dokter? Apakah karena mengejar gengsi belaka? Padahal,mahal sekali kuliah kedokteran itu, apalagi swasta?atau ingin cepat mendapatkan pekerjaan yang enak dan cepat kaya?walaupun kita juga mengetahui sendiri bahwa ribuan dokter menganggur tidak jelas setelah lulus. Apalagi saya cuma anak dari seorang single parent yang hanya berprofesi sebagai pegawai swasta di Jakarta, rasanya kurang kerjaan dan sangat kejam sekali saya jika tujuan saya menjadi dokter hanya sekadar menggapai hal-hal tersebut.
Dari sebelum saya diterima menjadi mahasiswa kedokteran, saya selalu berpikir bagaimana saya bisa menolong pengobatan orang –orang tidak mampu yang sedang sakit, sedangkan dimana-mana kita lihat kebanyakan rumah sakit dan dokter itu menuntut rupiah yang jarang sekali dapat terjangkau oleh kalangan menengah ke bawah. Saya selalu berandai-andai, andaikan saya menjadi dokter, mempunyai rumah sakit besar, terampil dalam menangani pasien, dan berbagai penyakitnya , alangkah senang dan tentramnya kehidupan saya bisa menolong mereka.
Oleh karena itu, disini saya sangat siap jika ditakdirkan untuk menjadi dokter “GEMBEL”. Saya siap untuk tidak bermewah-mewahan dan saya siap untuk tidak mempunyai rumah megah dan mobil mewah. Tapi dalam artian bukan saya akan menolak jika diberi amanah/titipan berupa kemewahan oleh Allah. Poinnya adalah saya siap untuk menggratiskan mereka, para orang-orang sakit yang tidak mampu membayar biaya pengobatannya dan saya tidak main-main dengan ucapan saya.
 Keluarga saya selalu menasihati, “kalo mau duitnya “kenceng” itu jadi dokter spesialis ini , spesialis itu, kerja disini,disitu, dan sebagainya”. Dan saya pun hanya bisa mengiyakan nasihat-nasihat mereka, padahal jauh di dalam benak saya selalu saya khawatirkan bahwa nantinya mungkin saya tidak seperti yang mereka harapkan – seorang dr. Ridwansyah hidup bergelimangan harta.
Saya punya alasan juga mengapa saya berpikiran kesana. Saya hanya ingin hidup saya ini benar-benar berkah. Orang kaya sudah banyak, orang pintar sudah banyak, orang sukses lebih banyak lagi, tapi hanya sedikit orang yang mempunyai kepedulian tinggi kepada sesama. Saya percaya kalau saya memikirkan dan peduli kepada banyak orang maka Allah pun pasti akan memikirkan dan peduli kepada saya. Prioritas utama saya adalah menolong sesama dan menomorduakan kehidupan mewah saya nanti. Tapi saya yakin dibalik tujuan saya ini ada sesuatu yang mungkin tidak keluarga saya pikirkan yaitu, saya ingin mengangkat derajat dan nama keluarga saya. Hal itu tidak bisa saya mungkiri karena saya sebagai anak dari keluarga broken home dan single parent  ingin bisa membuktikan bahwa saya dengan kekurangan dan tanpa dukungan seorang ayah pun bisa sukses dan meraih apa yang saya cita-citakan. Bukan berarti kekurangan yang saya miliki ini lantas menyurutkan semangat saya untuk menggapai cita-cita saya.
Lalu, alasan saya terakhir, mengapa saya pindah ke Perguruan Tinggi Swasta adalah karena saya ingin menunjukan bahwa dengan tidak kuliah di PTN pun saya bisa sukses dan mengalahkan mereka yang kuliah di PTN. Saya juga siap “bersaing” dengan mereka, sebagaimana di dalam Al-quran menyebutkan “…fastabiqul khairot…” yang artinya berlomba-lombalah dalam hal kebaikan.hehee..
Sebenarnya saya kuliah menjadi mahasiswa kedokteran pun memiliki niatan untuk melakukan sebuah penelitian, tulisan , dan karya-karya lainnya, tidak hanya melulu tentang praktik di lapangan. Dalam lingkup yang luas, Saya mempunyai misi yang cukup berat dan bisa dibilang cukup sulit diwujudkan tanpa kerja keras dan kerjasama dari berbagai pihak. Misi saya salah satunya adalah mengembangkan ilmu kedokteran di Indonesia sehingga Indonesia tidak hanya terkenal terdepan dalam pengobatan, akan tetapi juga terdepan dalam ilmu pengetahuan kedokteran atau kesehatan.Dan goal yang lebih spesifik, saya juga mau memberikan kontribusi untuk perguruan tinggi dimana tempat saya menggali ilmu dan tempat saya mengembangkan diri. Bahkan saya juga siap jika diminta atau merasa terpanggil untuk mengisi kekosongan sebagai tenaga pengajar.
Mengenai satu hal yang selalu saya ingat adalah SEBAIK-BAIKNYA MANUSIA ADALAH MANUSIA YANG BERMANFAAT BAGI ORANG LAIN. Itu yang selalu saya camkan baik-baik dan saya rasa hanya dengan mempraktikan hal itu yang akan membuat diri saya merasa TIDAK RUGI telah mengeluarkan ratusan juta untuk menjadi seorang dokter.