Bagi
teman-teman yang kuliah di kedokteran pasti ngertilah ya betapa padat dan
sibuknya mahasiswa kedokteran. Tidak seperti mahasiswa lainnya yang bisa santai
banyak waktu kosong dan lainnya, tapi waktu luang yang dimiliki mahasiswa
kedokteran itu pasti diisi untuk persiapan buat diskusi tutorial/PBL, persiapan
praktikum (kalo nggak lulus inhal), minikuis tiap minggu, dan lain-lain. Lalu
kapan mainnya? Kenapa masih ada orang yang bersibuk-sibuk ria di ruang costa (ruang
kelembagaan FKUII)?
Kalau
Kuliah itu penting, organisasi itu nomor dua , maka hiburan atau main itu
adalah lebih penting dari kuliah dan organisasi. Main itu hukumnya wajib bagi
mahasiswa FK, tapi perlu diatur frekuensi dan waktunya. Mahasiswa yang terus-terusan
kuliah, belajar, pasti akan mengalami kejenuhan. Nah disinilah kepentingan
hiburan, dengan hiburan dan main, otak kita dapat kembali fresh, segar, dan
dingin, sehingga bisa diisi kembali dengan materi-materi kuliah.
Hiburan
di kalangan mahasiswa FK beranekaragam. Mahasiswa dari A-Z dapat ditemukan di
FK UII, dari yang soleh sampai dengan yang kurang ajar dan rajin bolospun ada.
Otomatis mereka memiliki cara sendiri-sendiri untuk menghibur diri dan mencari
kesenangan. Ada diantara mereka yang memiliki hobi atau senang kalau dating ke
pengajian, namun tidak sedikit pula mereka yang senang untuk clubbing. Tapi itu
kan kesenangan yang ekstrim, ada juga kesenagan yang bisaa-bisaa,seperti main
PES, main futsal, wisata kuliner di jogja alias nongkrong bareng, karokean, dan
moviebox-an. Semua hal itu wajib dilakukan oleh mahasiswa FK untuk
mengembalikan pikiran ke dalam posisi refresh, tapi kalau hobi yang negative
seperti clubbing itu not recommended banget.
Apakah
waktu 7 hari dalam seminggu itu hanya cukup untuk kuliah dan main saja? Tentu
tidak. Beberapa mahasiswa masih bergelut dengan beberapa kegiatan tambahan,
yaitu organisasi. The Founding Fathers Negara Republik Indonesia yang berasal
dari mahasiswa kedokteran adalah mereka yang bergelut dalam organisasi. Mereka
mengembangkan ilmu, mengembangkan keterampilan medik, dan akademis dalam
perkuliahan, tapi mereka menimbulkan rasa kepekaan social, jiwa pengabdian
masyarakat, membangun pemikiran kritis dan melawan terhadap ketidakadilan
penjajah, serta membangun Indonesia itu melalui sebuah pergerakan atau
organisasi bukan melalui perkuliahan. Saya rasa cukup dengan realita tersebut,
seharusnya dapat menjelaskan mengapa masih ada mahasiswa kedokteran yang
memenuhi kelembagaan dan tertarik keorganisasian. Sebenarnya memang harus ada
sampai kapanpun, karena pemikiran kritis, kepekaan sosial, jiwa pengabdian
masyarakat, dan toleransi akan terasah dalam kelembagaan kampus seperti ini.
Manajemen
waktu yang baik mungkin merupakan salah satu faktor yang membuat mahasiswa
kedokteran masih survive di kelembagaan. Mereka mampu membagi waktu, membagi
skala prioritas, dan memilah segala kegiatan yang ditekuninya. Dan kemampuan
manajemen waktu yang kurang baik mungkin juga merupakan salah satu faktor
mengapa mahasiswa tidak tertarik terjun ke dalam kelembagaan. Sebenarnya waktu
yang diberikan kepada kita semua sama, satu hari itu ada 24 jam, satu minggu
itu ada 7 hari, tapi bagaimana kita mengolah waktu tersebutlah yang akan
menghasilkan output yang berbeda nantinya.
Saya
sendiri sebenarnya hanya punya sedikit waktu dan terbatas untuk belajar dan
mempersiapkan segala kegiatan akademik. Banyak hal yang membuat waktu saya
terkikis habis, seperti kuliah, UKM sepakbola 2 kali seminggu, kegiatan LEM FK
UII, kegiatan SMART club, futsal ceria angkatan 2011, kadiksuh club, Club tari
FK UII, dan hal-hal lainnya. Jika cara belajar dan manajemen waktu saya buruk,
mungkin saat ini IPK saya sudah berada dalam batas ‘garis yang
mengkhawatirkan’.
Cara
belajar yang saya gunakan sangat sederhana, dan mungkin teman-teman punya cara
belajar yang jauh lebih efektif dan baik daripada yang saya gunakan. Untuk
memulai belajar persiapan tutorial pertama, pasti saya membaca skenario,
kemudian mencari istilah sulit di Dorland. Setelah itu, membuat pertanyaan
sendiri dari skenario tersebut, lalu mencari textbook yang sesuai dan mencari
jawaban yang dapat menjawab pertanyaan yang dibuat tadi. Pada kesempatan
belajar untuk tutorial pertama ini saya tidak akan belajar dan bikin catatan
banyak, karena Learning Objective
(LO) baru akan ditentukan esok hari ketika tutorial pertemuan pertama
berlangsung. Saya tidak ingin menebak LO dan bikin catatan yang banyak,
khawatir ternyata LO yang saya perkirakan salah alias tidak sesuai. Itu hal
yang mubadzir dan menguras waktu. Jadi, untuk belajar tutorial pertemuan
pertama, saya hanya fokus menjawab pertanyaan yang diperkirakan akan ditanyakan
besok pada tutorial pertemuan pertama, simple saja.
Setelah
tutorial pertemuan pertama dan LO sudah diketahui barulah saya belajar dan
membuat catatan sebanyak-banyaknya. Tentunya belajar dimulai dengan basmalah
kemudian tidak usah bingung-bingung belajar mulai darimana. Belajar dimulai
sesuai dari urutan mindmap yang telah dibuat. Kalau pada kesempatan belajar
kedua ini bisa menyelesaikan seluruh LO, maka ketika persiapan pertemuan ketiga
nanti hanya tinggal review dan
menebak-nebak soal minikuis, tapi jika pada kesempatan belajar kedua belum bisa
menyelesaikan semua LO, maka pada kesempatan belajar ketiga harus bekerja
ekstra, karena selain harus mencari LO, kita masih harus mereview pertemuan
tutorial yang kemarin-kemarin. Untuk minikuis, saya hanya mengandalkan
kemampuan saya sendiri menggunakan insting menjawab soal-soal yang sulit, kalau
benar itu kebetulan dan kalau salah itu yak arena memang sulit. Mungkin insting
saya sudah terasah ketika saya SMP dan SMA sering menganalisis ratusan
soal-soal biologi, pada waktu itu ikutserta dalam olimpiade, jadi mau tidak mau
harus mengkonsumsi soal-soal yang bersifat logika dan analitik.
Praktikum
juga terkadang membuat mahasiswa kedokteran kewalahan dan menyita waktu. Di FK,
sebelum praktikum mahasiswa akan dites. Tes ini dinamakan pre-test, jika
pretest ini lulus, maka mahasiswa diperkenankan mengikuti praktikum, tapi jika
tidak lulus pre-test maka tidak diizinkan untuk mengikuti praktikum pada hari
itu, dan praktikum susulan menanti, nah inilah yang sangat menyita waktu.
Belajar untuk praktikum, cukup sederhana, baca buku panduan praktikum karena
sebagian besar soal diambil dari buku panduan praktikum. Kalaupun tidak dari
buku panduan praktikum, soal yang keluar di pre-test itu berasal dari materi
tutorial yang sudah kita pelajari.
Waktu
yang pas untuk saya belajar itu malam hari, ba’da maghrib atau ba’da isya. Pada
waktu ini saya membuat catatan, mencari bahan tutorial,dan LO serta mencoba
memahami tulisan yang ada di textbook.
Karena terkadang tulisan didalam textbook
tidak cukup satu duakali baca untuk sampai mengerti, sehingga harus dilakukan
berulang-ulang untuk mencoba memahami poin-poin pentingnya. Kemudian waktu yang
pas selanjutnya adalah ketika habis subuh atau sebelum berangkat kuliah. Pada
pagi hari itu saya pergunakan waktu untuk mereview catatan dan hasil belajar
yang sudah saya lakukan semalam. Mungkin malam hari itu terasa penat dan tidak
cukup kuat untuk memasukkan materi ke dalam otak, nah pagi hari adalah waktu
yang tepat untuk mereview dan coba menjelaskan materi kepada teman-teman,
sehingga bisa lebih paham dan lebih mengerti materi yang sudah dipelajari.
Sebenarnya
pembagian waktu antara kuliah, bermain, mengerjakan tugas, dan organisasi itu
sederhana. Pembagian waktu saya menggunakan prinsip ‘berani - tanggung jawab’. Saya berani untuk
mengikuti kelembagaan, berani bermain, berani mengisi waktu dengan bermain
bola, maka konsekuensinya sayapun harus berani mengambil risikonya, yaitu saya
harus begadang semalam suntuk, dan mau tak mau semua tugas harus selesai
bagaimanapun caranya, yang pasti saya kerjakan ekstra penuh kerja keras. Itu
merupakan konsekuensi yang harus diterima dan dijalani. Waktu itu saya gunakan
secara flexible, tidak mengikat, saya bisa mengkonversikan beberapa kegiatan
pada waktu yang tidak seharusnya. Prinsipnya adalah tanggung jawab,
bagaimanapun caranya tugas harus selesai dan kewajiban terpenuhi, karena
belajar merupakan suatu kewajiban. Kalau saya tidak siap begadang, saya tidak
siap kerja keras, maka semuanya akan terbengkalai begitu saja dan itu berarti
saya harus menjauhi yang namanya organisasi atau kelembagaan.
Kalau
saya tidak berorganisasi dan tidak dipenuhi aktivitas yang padat otomatis waktu
luang saya semakin banyak, waktu untuk mereview kuliah pakar dan tutorial juga
semakin banyak. Tapi konsekuensinya saya akan kehilangan pengalaman berharga
dan tidak akan mendapat kesempatan untuk menempa soft-skill saya. Semua kembali kepada diri kita sendiri. Hidup itu
pilihan, sekarang tinggal kita pilih yang mana? Kuliah – pulang – main –
kuliah? Kuliah – organisasi – Pulang –main – kuliah? Atau kuliah – kuliah –
kuliah dan – kuliah? Manapun yang dipilih, segala sesuatunya memiliki
konsekuensi yang berbeda dan akan menghasilkan output yang berbeda pula. Namun untuk saat ini saya masih nyaman
dan merasa yakin pada ‘ kuliah – organisasi – pulang – main – kuliah’ dengan
segala konsekuensinya yang akan saya terima.